Nama : Muhammad Risyad Rahaf Faldi
NIM : 150341606759
Offr : B
Istilah constructivism
(yang dalam Bahasa Indonesia diserap menjadi konstruksivisme) berasal dari kata
kerja Inggris "to Construct".
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin "construere" yang berarti menyusun atau membuat struktur.
Dengan demikian, konsep inti konstruktivistik adalah proses penstrukturan atau
pengorganisasian. Konstruktivis melihat belajar sebagai proses aktif pelajar
mengkonstruksi arti baik dalam bentuk teks, dialog, pengalaman fisis, ataupun
bentuk lainnya. Belajar adalah kegiatan aktif siswa, yang harus membangun sendiri
pengetahuannya. Hanya dengan keaktifannya mengolah bahan, bertanya secara
aktif, dan mencerna bahan dengan kritis, siswa dapat menguasai bahan dengan
lebih baik. Oleh karena itu, kegiatan aktif dalam proses belajar perlu
ditekankan. Ini merupakan proses penyesuaian konsep dan ide-ide baru dengan
kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka (Sukiman, 2008).
Dalam perspektif konstruktivis, belajar bukan suatu
perwujudan hubungan stimulus-respons, namun belajar memerlukan pengaturan diri.
Tujuan belajar lebih difokuskan pada pengembangan konsep dan pemahaman yang
mendalam daripada sekedar pembentukan perilaku atau keterampilan. Dalam
paradigma ini, belajar lebih menekankan proses daripada hasil. Siswa harus
punya pengalaman dengan membuat hipotesis, menguji hipotesis, memanipulasi
objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti,
berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan
gagasan, dan Iain-lain
untuk membentuk konstruksi yang
baru (Sukiman, 2008).
Konstruktivistik merupakan salah satu pendekatan
dalam belajar yang menekankan bahwa proses belajar terbaik seorang individu
terjadi ketika individu secara aktif mengonstruksikan pengetahuan dan
pemahamannya (Mulyasa, 2006). Jadi, siswa harus membentuk pengetahuan mereka
sendiri dan guru membantu sebagai mediator fasilitator dalam proses pembentukan
itu (Sukiman, 2008).
Ciri teori Belajar Konstruktivistik
Ciri teori belajar
konstruktivistik antara lain bercirikan sebagai berikut.
1.
Belajar berarti membentuk makna.
Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang
2.
mereka lihat, dengar, rasakan,
dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia
punyai.
3.
Konstruksi adalah proses yang
terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru,
diadakan rekonstruksi.
4.
Belajar bukanlah kegiatan
mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat
pengertian yang baru.
5.
Belajar bukanlah hasil
perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan
yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
6.
Proses belajar yang sebenarnya
terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan sehingga merangsang pemikiran
lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu
belajar.
7.
Hasil belajar dipengaruhi oleh
pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar
seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar seperti
konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan
yang dipelajari (Suparno, 2009).
Tujuan
Pembelajaran Konstruktivistik
Menurut Mulyasa (2006) tujuan dilaksanakannya
pembelajaran konstruktivistik yaitu
1.
Memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berinteraksi langsung kepada benda-benda konkrit ataupun model
artifisial
2.
Memperhatikan konsepsi awal siswa
guna menanamkan konsep yang benar
3.
Proses mengubah konsepsi-konsepsi
siswa yang sudah ada dan mungkin salah
DAFTAR RUJUKAN
Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Konsep, Karakteristik, dan Implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya. :19.
Sukiman. 2008. Teor1 Pembelajaran Dalam Pandangan
Konstruktivistik Dan Pendidikan Islam. Jurnal
Kependidikan Islam Vol. 3 (Online) Http://Digilib.Uin-Suka.Ac.Id/8586/1/Sukiman%20teor1%20pembelajaran %20dalam%20pandangan%20konstruktivistik%20dan%20pendidikan %20islam.Pdf diakses 5 September 2015
Suparno, Paul. 2010. Filsafat Konstruktivistik dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Komentar
Posting Komentar